Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Bisnis    Kuliner    Jlajah   
Home » , , , » Kiat Mantan TKI Desa Karangtawang di Bidang Ekonomi

Kiat Mantan TKI Desa Karangtawang di Bidang Ekonomi

Posted by Nusawungu News on Monday, October 12, 2015

Para mantan buruh migran Desa Karangtawang kemudian membentuk Kelompok sektoral; ekonomi, sosial dan seni. Pembentukan kelompok ini tak lepas dari peran Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU) Cilacap yang tengah melakukan Program Pemberdayaan Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya di Daerah Asal. Di Karangtawang, Lakpesdam NU Cilacap menghelat berbagai pelatihan ketrampilan usaha, mulai dari budidaya jamur tiram, koperasi, kerajinan berbahan dasar plastik, Teknik Informatika dan Telekomunikasi, paralegal, serta manajemen usaha.

Direktur Lakpesdam NU Cilacap, Hazam Bisri mengatakan sebelum menentukan pelatihan yang dilaksanakan, masyarakat dibantu oleh para fasilitator Lakpesdam melakukan diskusi kampung untuk menemukan akar persoalan dan menentukan langkah yang bakal diambil.

“Banyak buruh migran yang sepulang dari luar negeri bingung akan melakukan apa. Skill menjadi masalah krusial yang patut diperhatikan seluruh stakeholder,” ungkap Hazam.

Beberapa usaha yang kini dilakukan kelompok buruh migran di Karangtawang antara lain budidaya lele hemat air, telur asin, keset sabut kelapa (sabusret), kerjinan plastik. Sedangkan kelompok sosial seni antara lain dengan membentuk seni rebana untuk muslimat. Seluruh kegiatan itu tergabung dalam Kelompok Buruh Migran bernama Toifatul Mansyuroh.

Seperti Puji misalnya, mantan buruh migran yang kini sibuk mengajar ini memelihara tiga ikan lele di kolam terpal ukuran 3 x 5 meter. Tiap kolam terpal diisi dengan 2000 ekor benih. Dalam dua bulan lele yang dipelihara ini bisa menghasilkan sekira 150 kilogram lele konsumsi. Dijual dengan harga Rp 13 ribu per kilogram, tiap kali menjual Puji mengantongi pendapatan kotor Rp 1.950.000.

Lain lagi dengan Surtinah, mantan buruh migran Malaysia tahun 1989 ini menggeluti usaha telur asin. Tiap minggu dia bisa merebus hingga 1000 butir. Secara gerilya dikumpulkannya telur mentah dibelinya butir demi butir. Rp 1200 per butirnya. Telur ini kemudian diproses menjadi telur asin. Ke bakulan, telur asin dijual dengan harga Rp 1600 per butir. Tiap butir keuntungan kotornya Rp 400.
“Ini masih harus berhitung resiko telur pecah saat proses pengasinan maupun saat direbus,” ujarnya.
Tak sendirian, Surtinah mengajak beberapa anggota keluarga dan tetangganya. Dan seluruhnya adalah para buruh migran purna. Tiap hari setidaknya Surtinah dibantu oleh empat orang yang membantu mulai dari pengamplasan telur, penumbukan bata merah, pemeraman telur, pembersihan, hingga perebusan. Tak pelak, selain menghidupi keluarganya Surtinah turut berandil mengurangi jumlah pengangguran yang makin membengkak.

“Kami berharap agar kegiatan yang kami lakukan bisa sedikit membantu perekonomian masyarakat mantan buruh migran agar uang hasil dari luar negeri tidak hanya habis dimakan sepulang merantau,” pungkas Puji.


Sumber : Majalah Jejak Migran : Saluran Informasi Buruh Migran Cilacap Edisi 01 Feb 2013.

SHARE :
CB Blogger

Post a Comment

 
Copyright © 2015 Nusawungu News. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger